BULAN MADU

          Istilah bulan madu atau “honeymoon” selalu melekat pada pengantin, terutama pengantin masyarakat perkotaan. Pada masyarakat tertentu, bulan madu menjadi sangat penting dan telah dijadwalkan jauh-jauh hari sama persis seperti penyelenggaraaan resepsi perkawinan itu sendiri.
           Bulan madu muncul sebagai luapan kegembiraan dan perasaan kegembiraan dengan memasuki masa perkawinan. Mereka ingin menikmati masa-masa awal perkawinan dengan berduaan tanpa gangguan siapapun. Bahkan jika perlu handphone pun ikut dimatikan. Mereka ingin menikmati masa-masa indah ini sebagai kenangan yang paling mengesankan dalam kehidupan mereka.

           Tentu bulan madu tidak berasal dari budaya kita (Islam) karena ia datang dari Barat yang selama ini kita anggap bukan Islam. Bulan madu di Barat memang sepenuhnya merupakan kesenangan murni dan penuh foya-foya. Jalinan kenikmatan perkawinan ia umbar sepuasnya untuk mereka nikmati tanpa batas. Kasih sayang dan cinta mereka luapkan secara atraktif, bahkan di depan umum. Mereka berciuman secara liar di jalanan dan lain sebagainya.
Pada masyarakat teertentu, terutama kalangan atas, telah menjadikan bulan madu sebagai ritual bagi pengantin baru, sehingga perkawinan tanpa bulan madu menjadi hambar dan tak sempurna. Hal ini yang perlu dihilangkan dengan member pemahaman yang benar.
            Karena itu jika kita hendak melakukan bulan madu, selayaknya mengikuti syari’at yang benar. Dan niatkan bulan madu hanya sebagai ungkapan rasa syukur menikmati karunia Alloh yang sebelumnya dilarang, tidak berfoya-foya, melakukan kesenangan yang terukur dan tidak dimabukkan dengan kesenangan itu sendiri. Jangan mengumbar aurat dan nafsu tereutama pengungkapan rasa kasih di muka umum. Sebab Rasulullah SAW. Bersabda dalam Hadits Riwayat Imam Muslim dari Abu Said Al-Khudri yang artinya : “Sesungguhnya termasuk seburuk-buruk manusia kedudukannya di sisi Alloh pada hari kiamat nanti adalah laki-laki yang mendatangi wanitanya dan wanita menyambutnya dan kemudian laki-laki itu menyebarluaskan rahaasia (ranjang)nya.”
            Dalam sebuah Hadits lain diriwayatkan ketika Asma binti Yazid bercerita ketika berkumpul bersama para sahabat di kediaman Raasulullah. Rasulullah lantas bertanya: “Barangkali ada laki-laki yang menceritakan bagaimana hubungannya dengan isterinya. Barangkali ada perempuan yang menceritakan bagaimana hubungannya dengan laki-lakinya.” Para sahabat yang ada kala itu terediam sejenak. Lalu Asma berkata : “Benar Rasulullah. Para wanita biasa melakukan itu dan kaum laki-laki juga biasa melakukan hal yang sama.” Kemudian Rasulullah bersabda : “ Jangan lagi kalian lakukan. Sebab hal demikian itu mirip dengan perilaku setan laki-laki ketika bertemu setan wanita yang mereka lantas melakukan hubungann secara terbuka dan orang lain melihatnya.”

0 komentar: