URGENSI KELOMPOK KERJA (POKJA) BAGI PENGHULU

A. Pendahuluan
    Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya, maka penghulu menjadi jabatan fungsional. Proses kenaikan pangkatnya diatur melalui pengumpulan angka kredit, yaitu nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh penghulu dan digunakan sebagai salah satu syarat baik untuk pengangkatan maupun kenaikan pangkat/jabatannya.
Untuk pelaksanaan jabatan fungsional penghulu dan angka kreditnya, telah dikeluarkan juga Peraturan Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 20 Tahun 2005 dan No. 14 A Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya, tujuannya agar tertib administrasi dalam pelaksanaan tugas pokok jabatan fungsional penghulu dapat terwujud.
   Perubahan jabatan penghulu menjadi jabatan fungsional menuntut para penghulu memahami tugas pokok dan fungsi jabatan fungsional penghulu dan angka kreditnya dengan lebih baik dan dituntut untuk bersikap profesional dalam pelaksanaan tugasnya dengan berdasar pada peraturan yang menjadi landasan hukum bagi keberadaan jabatan tersebut.
    Profesionalitas penghulu dalam pelaksanakan tugas pokok dan fungsi, salah satunya ditentukan oleh pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi dari jabatan tersebut. Oleh karenanya upaya proses pemahaman dan pembinaan terhadap jabatan fungsional penghulu dan angka kreditnya menjadi tuntutan, salah satu upaya yang ditempuh adalah dikeluarkannya Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : DJ. II/426 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas dan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Penghulu. Lantas, apa urgensi keberadaan kelompok kerja jabatan penghulu dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan jabatan fungsional penghulu yang dapat dinilai dan diberikan angka kredit serta pengembangan dan peningkatan kualitas penghulu?

B. Pokjahulu Urgen?
   Istilah Pokjahulu (Kelompok Kerja Penghulu) baik dalam Permenpan maupun dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Kepala BKN belum disebutkan, baru pada Perdirjen Bimas Islam istilah Pokjahulu disebut berulang-ulang. Istilah Pokjahulu dalam Perdirjen, pertama kali bisa ditemukan dalam unsur tugas pokok Pelayanan dan Konsultasi Nikah/Rujuk sub unsur Perencanaan Kegiatan Kepenghuluan dalam butir kegiatan Menyusun Rencana Kerja Tahunan Kepenghuluan, dalam deskripsi kegiatannya disebutkan bahwa Ketua Pokjahulu memberikan surat penugasan kepada penghulu terkait dengan tugas limpah yang harus dilaksanakan oleh penghulu yang bersangkutan karena tidak/belum terisinya formasi penghulu pada jenjang jabatan tertentu.
    Begitupun dalam unsur, sub unsur dan butir kegiatan lainya, format instrumen dan kriteria bukti fisik dalam Perdirjen sepenuhnya diserahkan untuk dikembangkan, disepakati dan dibahas bersama dengan penghulu lainnya di bawah koordinasi Pokjahulu. Dalam Perdirjen hanya instrumen Rencana Kerja Perorangan (RKP) yang berlaku seragam, tercantum dalam lampiran II.
Keberadaan Pokjahulu di masing-masing kabupaten/kota ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dengan susunan dan jumlah personil minimal dapat terdiri dari Pembina (Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota), satu orang ketua, satu orang sekretaris, dan beberapa orang anggota.
   Susunan kepengurusan di atas adalah jumlah minimal, artinya jika susunan kepengurusannya ditambah misalnya dengan wakil ketua, wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara dan bidang-bidang yang diperlukan sangat memungkinkan untuk ditambahkan, agar proses pembinaan dan perberdayaan bagi penghulu melalui kelompok kerja penghulu dapat berjalan optimal.
Pokjahulu sebagai salah satu wadah organisasi profesi bagi penghulu dipandang strategis karena memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:Pertama, mengkoordinasikan penyusunan dan pengembangan instrumen bukti fisik dan perangkat untuk kelancaran pelaksanaan tugas/kegiatan jabatan fungsional Penghulu. Kedua, mendinamisir dan mengembangkan profesionalisme pelaksanaan tugas Penghulu dilingkungannya. Ketiga, membantu pelaksanaan tugas tim penilai angka kredit jabatan fungsional Penghulu. Keempat, mendorong prestasi kerja dan membangun semangat kebersamaan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan tugas menuju terwujudnya prinsip-prinsip pelayanan prima di bidang kepenghuluan. (Juknis Pelaksanaan Tugas dan Penilaian Angka Kredit Jabfung Penghulu, 2008:98-99)
   Mencermati tugas dan fungsi Pokjahulu di atas, sesungguhnya menjadi tanggung-jawab dan komitmen bersama para anggota Pokjahulu untuk dapat menyepakati instrumen dan naskah bukti fisik yang akan dijadikan sebagai berkas bagi pengusulan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK), selain itu menjadi hal penting juga untuk membangun komunikasi dan koordinasi dengan tim penilai agar terbangun persamaan persepsi dan bersinergi dalam proses penghitungan angka kredit bagi jabatan fungsional penghulu.

C. Pokjahulu dan Paradigma Baru Kediklatan
   Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama pada tahun 2009 mengembangkan paradigma baru kediklatan yang sifatnya meningkatkan intensitas, mengembangkan model-model diklat baru, memperluas mitra kerja dan memperluas sasaran diklat. Kelima langkah pokok paradigma baru tersebut yaitu: Pertama, menyelenggrakan diklat reguler dengan meningkatkan sasaran dan mutu diklat. Kedua, memperbanyak dan mengembangkan Diklat Di Tempat Kerja (DDTK), khususnya di Kandepag.Ketiga, Mengembangkan Diklat Jarak Jauh (DJJ). Keempat, bekerjasama dengan unit kerja terkait dalam pemberdayaan KKG, MGMP, KKM, Madrasah Induk, Madrasah Model, Pokjawas dan kelompok jabatan fungsional lainnya dalam penyelenggraan diklat. Kelima, mengembangkan kerjasama dengan LPMP, P4TK, Pustekkom Depdiknas, dan lembaga pemerintah lain seperti LAN, Dep. Keuangan, BPKP, dan lain-lain dalam penyelenggaraan diklat, baik diklat administrasi maupun diklat teknis.
   Pada poin keempat dari paradigma baru kediklatan disebutkan bahwa Badan Litbang dan Diklat – dalam hal ini Pusdiklat dan Balai Diklat di seluruh Indonesia – bekerjasama dengan unit kerja terkait dalam pemberdayaan kelompok jabatan fungsional lainnya, sedangkan penghulu merupakan jabatan fungsioal, dalam penyelenggraan diklat. Pada sisi lain Pokjahulu memiliki tugas dan fungsi mendinamisir dan mengembangkan profesionalisme pelaksanaan tugas Penghulu di lingkungannya dan mendorong prestasi kerja serta membangun semangat kebersamaan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan tugas menuju terwujudnya prinsip-prinsip pelayanan prima di bidang kepenghuluan. Maka Pokjahulu melalui pembina jabatan fungsionalnya yaitu Kepala Kandepag di masing-masing kabupaten/kota dapat bekerjasama dengan Balai Diklat Keagamaan yang berada di wilayah kerjanya masing-masing sehingga Kelompok Kerja Penghulu keberadaannya menjadi berdaya dan berfungsi dengan baik.
Diklat pemberdayaan melalui kelompok kerja penghulu substansi materinya telah disediakan oleh Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan, walaupun pada pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan para penghulu di lapangan, artinya materi diklat dapat dilakukan improvisasi berdasarkan pada hasil musyawarah Pokjahulu pada wilayah masing-masing sedangkan Balai Diklat Keagamaan berperan memfasilitasi pelaksanaannya.
   Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan melaksanakan diklat fasilitator, yaitu tingkat mahir dan utama. Alumni diklat tersebut dapat diberdayakan dalam pelaksanakan diklat melalui pengembangan kelompok kerja, hal ini sesungguhnya merupakan upaya yang sistematis dan integral dalam rangka peningkatan sumber daya manusia pegawai Deparetmen Agama secara merata dan menyeluruh, khususnya para penghulu.

D. Penutup
   Jabatan fungsional Penghulu, merupakan jabatan fungsional yang relatif baru di lingkungan Departemen Agama, oleh karena itu sosialisasi, orientasi, pendidikan dan pelatihan tentang tugas pokok dan fungsi jabatan fungsional penghulu dan penghitungan angka kreditnya dalam rangka pembinaan dan pemberdayaan penghulu menjadi tuntutan.
   Pokjahulu yang menjadi organisasi profesi penghulu keberadaannya menjadi strategis, karena sebagai wadah dalam mendanimisir dan mengembangkan profesionalisme pelaksanaan tugas penghulu. Sedangkan mekanisme yang mengatur keberadaan Pokjahulu relatif masih belum mapan, karena belum memiliki pedoman yang secara khusus mengatur dan memberi arahan yang dapat menjadi acuan bagi para penghulu dalam membentuk dan mengimplementasikan keberadaan wadah profesinya.
   Akhirnya, Kelompok Kerja Penghulu keberadaanya bagi para penghulu sangatlah urgen. Oleh karenanya, kepada unit-unit terkait agar segera dapat mengakomodir dan memfasilitasi keberadaan Pokjahulu, sehingga kinerja dan akuntabilitasnya dapat optimal. Semoga!

0 komentar: